WahanaNews-Karo | Guna memindahkan ibu kota negara ke Kalimantan Timur, sejumlah persiapan telah dilakukan. Termasuk membuat aturan turunan dari UU Nomor 3 Tahun 2022 tentang Ibu Kota Negara (IKN).
Sebagai jantung dari negara, ibu kota dinilai harus memiliki sistem pertahanan dan keamanan yang kuat. Terlebih di tengah gejolak perpolitikan dunia yang semakin ganas.
Baca Juga:
Topan Kong-rey Hantam Taiwan: Ribuan Warga Dievakuasi, Wisatawan Hilang dalam Badai Dahsyat
Sebagaimana yang tercermin dari konflik antara Rusia dan Ukraina, juga pengalaman Taliban berhasil menduduki Afghanistan.
Ibu kota merupakan wilayah yang esensial bagi kedaulatan suatu negara, tak terkecuali Indonesia.
Persiapan yang telah dilakukan oleh pemerintah untuk memastikan kelancaran proses perpindahan ibu kota tidak main-main. Salah satu persiapan yang telah menjadi fokus dari perpindahan adalah pembuatan master plan atau rencana utama dari sistem pertahanan dan keamanan ibu kota terbaru Indonesia, yakni Nusantara.
Baca Juga:
Kasus Korupsi Gula di Kemendag: Delapan Perusahaan Swasta Diincar Kejagung
Indonesia tidak bisa memandang remeh sistem pertahanan untuk ibu kota baru. Hal ini mengingat berbagai jenis ancaman yang menyambut perpindahan ini, yakni ibu kota yang berbatasan secara darat dengan Malaysia sepanjang 2.062 km, ibu kota yang berada di dalam radius jelajah intercontinental ballistic missile atau ICBM, hingga berada dalam radius rudal hypersonic milik negara tertentu.
Oleh karena itu, Pemerintah bersama perangkat pendukungnya telah membentuk arsitektur sistem pertahanan dan keamanan ibu kota negara menggunakan empat komponen utama, yaitu intelijen, pertahanan, keamanan, dan komponen siber.
Pemerintah menggunakan empat komponen utama tersebut sebagai pilar dari sistem pertahanan dan keamanan Indonesia.
Dikutip dari Antara, Minggu (6/3), Direktur Pertahanan dan Keamanan Kementerian PPN/Bappenas RI Bogat Widyatmoko mengatakan, empat komponen utama dari arsitektur sistem pemerintahan dan keamanan ibu kota negara telah berdasarkan kepada kajian ancaman pertahanan dan gangguan keamanan yang mungkin terjadi di ibu kota negara.
Komponen pertama adalah intelijen. Komponen ini berfungsi untuk mendeteksi ancaman dan tantangan secara dini, yang kemudian memberi peringatan awal kepada pihak-pihak terkait guna melakukan langkah pencegahan, penangkalan, dan penanggulangan.
Para intelijen yang bertugas akan memberi analisis situasi serta rekomendasi terkait langkah dan kebijakan yang paling tepat untuk diambil oleh Pemerintah.
Lebih lanjut, komponen kedua adalah pertahanan. Pasal 30 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 mengamanatkan bahwa usaha pertahanan dan keamanan negara dilaksanakan melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (Sishankamrata) dengan Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) sebagai kekuatan utama, kemudian rakyat sebagai kekuatan pendukung.
Komponen ini bertugas untuk menegakkan doktrin sishankamrata, sekaligus melancarkan strategi pertahanan negara yang menggunakan segenap kekuatan dan kemampuan komponen militer dan nonmiliter secara menyeluruh dan terpadu.
Adapun strategi yang dilancarkan oleh komponen ini meliputi strategi penangkalan yang bersifat kerakyatan, kewilayahan, dan kesemestaan.
Doktrin sishankamrata juga melibatkan segenap departemen dan lembaga pemerintah nondepartemen secara komprehensif untuk ikut serta menjamin keamanan negara.
Tidak hanya terbatas pada doktrin sishankamrata dan strategi, komponen pertahanan juga terdiri atas postur pertahanan.
Mengutip dari laman resmi TNI, postur pertahanan negara adalah wujud penampilan kekuatan pertahanan negara yang tercermin dari keterpaduan kekuatan, serta kemampuan dan penggelaran sumber daya nasional yang ditata dalam sistem pertahanan negara.
Postur pertahanan negara memiliki kemampuan untuk melakukan penangkalan, penyangkalan, penghancuran, pemulihan, serta operasi militer selain perang (OMSP).
Komponen pertahanan memiliki tanggung jawab untuk menganalisis misi, mengembangkan tindakan atau course of action (COA), serta melaksanakan COA.
Komponen ketiga adalah komponen keamanan. Berbeda dengan komponen pertahanan yang lebih memiliki orientasi dalam melindungi kedaulatan Indonesia dari serangan militer, komponen keamanan lebih berorientasi pada situasi keamanan domestik.
Adapun yang termasuk di dalam komponen keamanan adalah keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, serta pelayanan dari aparat penegak hukum kepada masyarakat.
Komponen ini merupakan penyokong dari smart security, yakni sistem pengamanan kota modern yang berdasarkan pada kemajuan teknologi, keterlibatan komunitas, serta keterlibatan mitra keamanan dalam negeri.
Smart security memiliki dua sasaran, yakni keamanan digital dan keamanan pribadi. Pemerintah berharap, dengan terjaminnya keamanan dari kedua sasaran tersebut, ibu kota negara dapat menjadi kota yang aman dan damai.
Komponen terakhir adalah komponen siber. Komponen ini berfungsi untuk menjaga kerahasiaan data, menegakkan integritas dalam pengelolaan data, sekaligus memastikan ketersediaan data untuk menjalankan smart security dan memaksimalkan smart city.
Pada umumnya, layanan smart city membutuhkan ketersediaan data yang tinggi. Hal ini menjadi kerentanan yang harus dilindungi secara maksimal. Oleh karena itu, keamanan siber merupakan isu yang menuai perhatian tinggi bagi Pemerintah.
Komponen siber memiliki tugas untuk melahirkan national security operation center (NSOC) atau security operation center (SOC).
Bogat menegaskan bahwa, dalam menyusun rencana utama sistem pertahanan dan keamanan ibu kota negara berdasarkan keempat komponen ini, Pemerintah menggunakan kaidah berupa efektivitas biaya atau cost effectiveness, serta pengeluaran berkualitas atau quality of spending.
Dia berharap, agar master plan dari sistem pertahanan dan keamanan ibu kota negara akan berlangsung dengan efisien, serta dapat mengatasi segala jenis ancaman dan gangguan keamanan yang mungkin mengusik IKN ke depannya. [rda]